Monday, July 27, 2020

Pleidoi, Pengacara Bantah Eks Pemred Banjarhits Sebar Ujaran Kebencian | PT Rifan Financindo

Sidang pembacaan nota pembelaan (pleidoi) eks Pemimpin Redaksi (Pemred) Banjarhits Diananta Putra Sumedi (Nanta) (M Risanta/detikcom) 

PT Rifan Financindo  -  Pengacara membacakan nota pembelaan atau pleidoi eks Pemimpin Redaksi (Pemred) Banjarhits Diananta Putra Sumedi alias Nanta. Pengacara Nanta membantah dakwaan Nanta menyebarkan ujaran kebencian bernada suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA).
"Kami memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia agar perkara ini tidak dapat diterima dan Saudara Diananta dibebaskan dari segala dakwaan (vrijspraak), mengembalikan nama baik, harkat, dan martabat, dan membebankan biaya perkara ini kepada negara," kata pengacara Nanta, Rahmat S Basrinda, dalam sidang di Pengadilan Negeri Kotabaru, Senin (27/7/2020).
Pengacara meminta Nanta dibebaskan karena dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU) tidak terbukti. Pertama, dia mengatakan JPU tidak dapat membuktikan tuduhannya bahwa Nanta tidak berhak menyebarkan berita.
Sebab, Nanta merupakan jurnalis sehingga tulisannya merupakan karya jurnalistik. Sehingga Nanta punya hak untuk menyebarkan berita.
"Salah satu unsur yang tidak terpenuhi adalah unsur tanpa hak (menyebarkan berita) sebagaimana dakwaan jaksa. Dalam persidangan, terbukti bahwa terdakwa merupakan jurnalis dan karya yang dijadikan pokok perkara adalah karya jurnalistik, sehingga terdakwa menyebarkan berita secara hak," tandasnya.
Rahmat sendiri hadir didampingi sejumlah kuasa hukum Diananta lain, seperti Bujino A Salan, M Subhan, Hafizh Halim, Rahmat S Basrindu, Rahmadi, dan Agus Supiani. Selanjutnya, JPU dianggap tidak bisa membuktikan berita yang Nanta tulis menimbulkan kebencian.
Pengacara menganggap dakwaaan Nanta melanggar Pasal 28 UU ITE tidak tepat. Maka dari itu, lanjut Bujino A Salan, pembela Nanta lainnya, Diananta harus bebas dari segala dakwaan.
"Unsur kedua yang tidak terpenuhi adalah menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat. JPU tidak bisa membuktikan terdakwa menimbulkan hal itu dalam pemberitaan," tambah Bujino.
Pekan lalu, Nanta dituntut 6 bulan penjara oleh JPU Kejaksaan Negeri Kotabaru atas dugaan kasus pelanggaran UU ITE yang ia lakukan saat masih menjadi pemimpin redaksi Banjarhits. Nanta dinilai menyebar isu SARA lewat berita berjudul 'Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel' yang terbit 8 November 2019 lalu.
Sidang pembacaan nota pembelaan (pleidoi) eks Pemimpin Redaksi (Pemred) Banjarhits Diananta Putra Sumedi (Nanta) (M Risanta/detikcom)Pengacara menilai dakwaan jaksa tidak tepat (M Risanta/detikcom)
Jaksa menilai Diananta sebagai terdakwa bersalah melakukan tindak pidana dengan cara sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian terhadap kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Diananta Putra Sumedi dengan pidana penjara selama enam bulan, dipotong masa penahanan sementara agar terdakwa tetap ditahan," ujar JPU Rizki Purbo Nugroho di Pengadilan Negeri Kotabaru, Senin (20/7).
Nanta ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian jadi terdakwa di PN Kotabaru sebab beritanya yang berjudul 'Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel' yang termuat di dalam link URL https://kumparan.com/banjarhits/tanah-dirampas-jhonlin-dayak-mengadu-ke-polda-kalsel-1sDL0bxLvva.
Pengadu atas nama Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan Indonesia. Sukirman menilai berita itu menimbulkan kebencian karena dianggapnya bermuatan sentimen kesukuan.
Pada saat yang sama masalah ini juga telah dibawa ke Dewan Pers. Diananta dan Sukirman datang ke Sekretariat Dewan Pers di Jakarta, pada Kamis, 9 Januari 2020 lalu guna menjalani proses klarifikasi. Dewan Pers kemudian mengeluarkan lembar Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang mewajibkan Banjarhits selaku teradu melayani hak jawab dari pengadu. PPR diterbitkan Dewan Pers pada 5 Februari 2020. Merujuk kepada UU Nomor 40/1999 tentang penanganan sengketa pers, maka PPR tersebut sudah menyelesaikan semua masalah.
Hak jawab pengadu sebagai kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan versi pengadu sudah diberikan. Media, yaitu Banjarhits sudah pula meminta maaf dan menghapus berita yang dipersoalkan. Namun demikian penyidikan polisi terus berlanjut dengan surat panggilan kedua dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel, pada tanggal 25 Februari 2020, hingga penahanan Nanta pada 4 Mei 2020.
Namun polisi menjeratnya dengan Pasal 28 UU ITE yang berisikan ancaman hukuman 6 tahun penjara. Pada 24 Mei penahanan Nanta dipindahkan ke Kotabaru dan dititipkan di Polres Kotabaru hingga persidangan mulai masuk jadwal persidangan sejak 8 Juni 2020.
Sidang penuntutan ini dihadiri oleh salah satu kuasa hukum Diananta, Hafizh Halim, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Adat dan Kebebasan Pers. Melihat tuntutan jaksa, ia menyebut pihaknya jelas bakal menyampaikan pembelaan atau pledoi.
"Kita tetap bertahan, bahwa Diananta tidak layak untuk diberi hukuman," ujar Hafizh.
Mengacu pendapat saksi ahli pers saat persidangan, Hafizh juga menyebut ada perjanjian kerja sama antara Banjarhits dan Kumparan yang sudah disepakati antarpihak. Secara tegas, dia mengatakan, saksi ahli menyebut yang bertanggung jawab atas kasus ini adalah Kumparan.
Senada dengan Hafizh, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Ade Wahyudin, juga menilai tuntutan dari JPU tidaklah pas.
"Enam bulan kan, menurut kami itu tuntutan yang sangat tidak tepat. Harusnya tuntutan bebas. Bukan tuntutan pidana atau penjara," kata Ade.
LBH Pers menilai fakta persidangan menunjukkan tidak terpenuhinya unsur, sesuai pasal yang didakwakan. "Unsur yang tidak terpenuhi adalah Diananta melakukan penyebaran berita karena dia adalah seorang jurnalis. Sehingga unsur tanpa hak tidak terpenuhi. Jika salah satu unsur saja tidak terpenuhi, sudah tidak layak dipidana," ujar Ade.
Sumber: News.detik
PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment