Friday, February 24, 2023

Akhir Pekan Bursa Asia Bervariasi, Untung IHSG Menguat | PT Rifan Financindo

 PT Rifan Financindo  -  Bursa Asia-Pasifik ditutup beragam pada perdagangan Jumat (24/2/2023), meski pasar masih cenderung khawatir dengan sikap bank sentral Amerika Serikat (AS) yang tetap hawkish.

Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melesat 1,18% ke posisi 27.424,3, Straits Times Singapura menguat 0,53% ke 3.282,19, ASX 200 Australia bertambah 0,39% ke 7.313,5, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terapresiasi 0,25% menjadi 6.856,58.

Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong ditutup ambles 1,68% ke posisi 20.010,039, Shanghai Composite China melemah 0,62% ke 3.267,16, dan KOSPI Korea Selatan terkoreksi 0,63% menjadi 2.423,61.

Dari Jepang, inflasi pada periode Januari 2023 tercatat mengalami kenaikan hingga mencetak rekor tertinggi barunya sejak Desember 1981.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Jepang periode Januari 2023 naik menjadi 4,3% (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada Desember 2022 sebesar 4%, sekaligus menjadi yang tertinggi sejak Desember 1981.

Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), CPI Negeri Matahari Terbit pada bulan lalu juga naik menjadi 0,4%, dari sebelumnya pada Desember 2022 sebesar 0,3%.

Adapun CPI inti, yang tidak termasuk makanan segar yang mudah menguap tetapi termasuk biaya energi juga naik menjadi 4,2% (yoy), dari sebelumnya sebesar 4% pada Desember 2022.

Naiknya inflasi Jepang pada bulan lalu sebagian besar didorong mahalnya energi yang membuat warga harus membayar tagihan lebih. Meski lebih rendah dibanding banyak negara maju seperti AS dan Inggris, tapi data inflasi itu melebihi target 2%.

Adapun hal ini menjadi tantangan bagi gubernur bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) yang baru yakni Kazuo Ueda, di mana dia harus mengendalikan inflasi agar tidak jauh dari target atau sesuai dengan target sebelumnya di 2%.

Ueda juga memiliki tantangan lainnya dari gubernur sebelumnya, Haruhiko Kuroda yang menerapkan kebijakan kontrol imbal hasil (yield curve control/YCC), di mana kebijakan ini telah mendapat kritikan pasar karena dapat memaksa BoJ untuk menaikkan suku bunga.


Di lain sisi, pasar masih cenderung khawatir dengan sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang masih hawkish hingga kali ini.

The Fed telah menjadi titik fokus bagi investor minggu ini sejak peluncuran risalah pertemuan terakhirnya. Pembuat kebijakan mengindikasikan bahwa inflasi tetap jauh di atas target 2%, bahkan ketika data telah menunjukkan "pengurangan yang disambut baik dalam laju kenaikan harga bulanan."

Pejabat The Fed pada risalah pertemuan terbaru mereka mengindikasikan bahwa bakal ada kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Risalah rapat menyatakan ada tanda-tanda inflasi turun, tetapi tidak cukup untuk mengimbangi kebutuhan kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Beberapa anggota mengatakan bahwa mereka menginginkan kenaikan setengah poin atau 50 basis poin (bp). Kenaikan sebesar itu akan menunjukkan tekad yang lebih besar untuk menurunkan inflasi ke target yang dicanangkan.

Sebelumnya di awal Februari, suku bunga The Fed naik ke kisaran 4,5%-4,7%. Ini merupakan level tertinggi dalam 16 tahun terakhir.

Sejak awal 2022 sampai kini, The Fed sudah menaikkan suku bunga acuannya delapan kali, dengan akumulasi kenaikan 450 bp, dengan alasan untuk menekan laju inflasi.


Sumber : finance.detik

PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment