Monday, April 25, 2022

3 Hal yang Terjadi Kala Jokowi Larang Ekspor Sawit | PT Rifan Financindo

 PT Rifan Financindo  -  Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor CPO (crude palm oil/minyak sawit) dan minyak goreng. Pengumuman tersebut disampaikan Jokowi pada 22 April lalu dan akan efektif berlaku sejak 28 April hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Sementara, di belahan dunia lain, harga komoditas minyak nabati pengganti sawit melonjak dalam sebulan terakhir. Berikut 3 peristiwa yang terjadi saat Jokowi melarang ekspor tersebut.

Mengutip data perdagangan komoditas Nasdaq, Senin (25/4/2022), harga sejumlah minyak nabati tercatat mengalami kenaikan. Salah satu yang paling terlihat adalah minyak kedelai atau soybean oil.
Pada 31 Maret 2022, harga minyak kedelai masih berada pada angka US$ 69,94/kg. Sejak saat itu, harganya terus merangkak naik hingga menyentuh ke US$ 73,47/kg pada 8 April sebelum sempat turun tipis ke US$ 72,91/kg pada 11 April.

Setelah itu, harga minyak kedelai terus bergerak naik tanpa ampun hingga Jumat 22 April lalu harganya sudah menyentuh US$ 80,51/kg.

Sementara itu di Eropa, harga minyak nabati pesaing sawit seperti minyak biji bunga matahari tengah mengalami kenaikan signfikan. Bahkan, bukan hanya harganya yang mahal, tapi juga pasokannya menipis.
Mengutip Reuters, Senin (25/4/2022), Harga minyak bunga matahari telah meningkat sebesar 64% pada minggu lalu.

Tampaknya, kenaikan harga tak hanya dialami oleh minyak biji bunga matahari. Menurut peneliti pasar NielsenIQ yang dikutip oleh TV pemerintah Spanyol penjualan semua minyak nabati melonjak 289% dibandingkan dengan minggu yang sama pada tahun 2021.

Kenaikan penjualan dipicu oleh aksi panic buying di mana para konsumen berusaha menimbun dan mengamankan pasokan minyak nabati untuk kebutuhan rumah tangganya masing-masing.

Bersmaan dengan kenaikan harga itu, pasokan minyak nabati, khususnya yang berbasis bunga matahari juga mulai mengalami kelangkaan.

Bahkan setelah supermarket Spanyol membatasi pembelian minyak bunga matahari hingga beberapa botol per orang, rak-rak menjadi kering.

Rentetan kelangkaan minyak nabati yang diikuti dengan kenaikan harga tersebut masih berkorelasi dengan ketegangan yang mewarnai dunia imbas invasi Rusia ke Ukraina.

Selama ini, Ukraina menjadi salah satu pemasok utama minyak nabati berbasis biji bunga matahari ke hampir seluruh antero Eropa. Catatan saja, Minyak bunga matahari dari Ukraina mewakili sekitar 40% atau 400.000 ton dari total impor Spanyol untuk melengkapi 300.000 ton yang diproduksi di negara itu.

Berkebalikan dengan itu, larangan ekspor minyak goreng dan CPO malah diwarnai perilaku janggal dari eksportir dan korporasi sawit.
Petani sawit yang tergabung dalam Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS)melaporkan, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang dibeli dari petani sudah mengalami penurunan.

Padahal, kebijakan larangan ekspor belum mulai berlaku.


"Harga hari ini sudah mulai turun lagi, ada yang hingga Rp 1.000/kg. Tapi ada juga yang 400-600/kg. Semuanya bervariasi," kata Sekjen SPKS, Mansuetus Darto kepada detikcom, Senin (25/4/2022).

Ia curiga, eksportir dan korporasi besar sektor kelapa sawit ingin mengeruk untung setinggi-tingginya dengan membeli murah kelapa sawit dari petani dan menjualnya dengan harga normal di tingkat konsumen.

"Mereka membeli murah TBS petani dan nantinya mereka jual dengan harga normal. Artinya apa? Mereka untung besar," tegasnya.

Ia pun melihat perilaku itu sebagai upaya memicu keributan di tingkat petani yang nantinya akan dipakau sebagai alasan untuk menolak kebijakan larangan ekspor kelapa sawit dan produk olahannya.

"Perusahaan mau untung di lapangan. Kebijakan Jokowi ini mencoba dilawan oleh perusahaan dengan membuat kekisruhan di lapangan. Kekisruhan ini sangat diharapkan oleh pelaku usaha agar kebijakan ini dibatalkan!" cetusnya.

Ia cukup memaklumi kegelisahan para eksportir yang terancam gagal dapat cuan dari kontrak penjualan kelapa sawit merke di luar negeri gara-gara larangan ekspor ini. Namun, ia tak bisa terima, kalau yang dikorbankan justru petani dengan aksi beli murah oleh para pengusaha.

"Mereka ingin meraih keuntungan dari pasar internasional dengan domestik. Kebijakan Presiden itu, merugikan mereka. Sayangnya, petani dikorbankan oleh mereka," tegas dia.

"Karena itu, mabes polri harus awasi dan dinas-dinas serta bupati di daerah untuk memberikan ketegasan dan sanksi pada perusahaan yang bandel," tandasnya.

Sumber : Finance.detik

PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment