Monday, October 5, 2020

RUU Cipta Kerja: Untuk Kepentingan Siapa? | PT Rifan Finacnindo

 


PT Rifan Finacnindo  - Dengan semangat pemenuhan hak konstitusional warga negara mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, Pemerintah Indonesia bermaksud untuk meningkatkan jumlah kesempatan kerja di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah berusaha untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia dengan cara mengubah pengaturan yang terkait di berbagai Undang-Undang melalui Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law).

Sayangnya, semangat perbaikan iklim investasi tersebut seperti tidak diimbangi dengan semangat peningkatan perlindungan tenaga kerja Indonesia itu sendiri. Hal ini tampak dari berbagai ketentuan ketenagakerjaan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang cenderung lebih merugikan dibanding sebelumnya.

 

Salah satu aspek dari ketentuan yang merugikan tersebut adalah aspek pemutusan hubungan kerja (PHK). Saat ini, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) mewajibkan pemberi kerja untuk mendapatkan penetapan dari Pengadilan Hubungan Industrial jika perundingan pemberi kerja dan pekerja tidak menghasilkan titik temu terkait PHK yang bersangkutan. Penetapan tersebut tidak dibutuhkan jika pekerja masih dalam masa percobaan, mengundurkan diri atas kemauan sendiri, mencapai usia pensiun, atau meninggal dunia.

 

Jika disahkan, RUU Cipta Kerja memperbolehkan pemberi kerja untuk melakukan PHK berdasarkan kesepakatan dengan pekerja, kecuali untuk alasan tertentu. Lingkup alasan tersebut pun lebih luas dibandingkan lingkup pengecualian penetapan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, di mana pemberi kerja akan diperbolehkan untuk secara sepihak melakukan PHK jika perusahaan tutup karena keadaan memaksa atau dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga.

 

Lebih lanjut, RUU Cipta Kerja juga memungkinkan pemberi kerja untuk melakukan PHK jika perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang. Alasan PHK ini tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan.  

 

Selain karena kelonggaran ketentuan terkait PHK, RUU Cipta Kerja juga dapat merugikan tenaga kerja Indonesia dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Pasalnya, RUU Cipta Kerja tidak lagi membatasi jangka waktu PKWT seperti UU Ketenagakerjaan membatasi keberlakuannya untuk paling lama dua tahun, dengan kemungkinan perpanjangan satu tahun.

 

Kelak, ketika ketentuan RUU Cipta Kerja berlaku, PKWT dapat berlaku sepanjang yang disepakati para pihak sehingga seorang tenaga kerja dapat saja berstatus pekerja kontrak sepanjang hidupnya. Belum lagi, RUU Cipta Kerja juga menghapus ketentuan UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa perjanjian waktu kerja tertentu akan otomatis berubah menjadi perjanjian waktu kerja tidak tertentu apabila tidak dibuat dalam perjanjian tertulis.


Lebih dari itu, RUU Cipta Kerja akan membolehkan pemberi kerja menggunakan tenaga kerja asing untuk jenis kegiatan pemeliharaan mesin produksi dalam keadaan darurat, vokasi, start-up, kunjungan bisnis dan penelitian untuk jangka waktu tertentu tanpa harus mendapatkan pengesahan Pemerintah. Hal ini tentu semakin memudahkan tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia, dan mengurangi lahan pekerjaan yang seharusnya dapat dinikmati oleh tenaga kerja Indonesia.

 

Untuk membahas ketentuan-ketentuan dalam RUU Cipta Kerja, baik mengenai ketenagakerjaan maupun aspek lainnya terkait investasi, Tim Legal Research and Analysis Hukumonlline akan merilis rangkaian Indonesian Law Digest (ILD) dengan struktur sebagai berikut:

 

 

Temukan pembahasan mendalam mengenai ketentuan penyederhanaan perizinan berusaha dasar dalam RUU Cipta Kerja pada ILD berjudul “Draft Bill on Job Creation – Part One, Chapter One: Simplification of Basic Business Licensing Requirements” dan rangkaian pembahasan lanjutan mengenai ketentuan-ketentuan lainnya dari RUU Cipta Kerja, baik dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia, pada laman pro.hukumonline.com.


Sumber: hukumonline

PT Rifan Finacnindo

No comments:

Post a Comment