Thursday, September 29, 2022

Yuan Anjlok ke Level Terendah Sejak 2008, Dolar AS Makin 'Nggak Ada Obat' | PT Rifan Financindo

PT Rifan Financindo  -   Jakarta - Mata uang China, yuan jatuh ke level terendahnya sejak 2008. Kondisi ini dipicu oleh nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) kembali menaikkan suku bunganya pada awal bulan ini.

Menguatnya nilai tukar dolar AS terhadap mata uang lain juga didorong oleh banyaknya investor yang menganggap mata uang Paman Sam sebagai instrumen investasi yang aman di tengah kondisi sulit seperti sekarang. Kondisi ini membuat nilai mata uang AS ini, pada Rabu kemarin mencapai rekor tertinggi dalam 20 tahun terakhir terhadap beberapa mata uang global terkemuka.

Beberapa mata uang seperti pound sterling Inggris kini mencapai titik terendahnya sepanjang sejarah terhadap dolar AS pada Senin kemarin, yuan China juga termasuk salah satunya. Kondisi ini juga diperparah dengan perbedaan kebijakan ekonomi yang diambil China dan AS di saat yang berdekatan.

Sebelumnya, bank sentral China (PBOC) telah melonggarkan suku bunga untuk menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi yang hancur akibat lockdown Covid-19. Di sisi lain, bank sentral AS, Federal Reserve menaikkan suku bunga acuannya demi mengendalikan inflasi.

Kepala Ekonomi Internasional dan Berkelanjutan Commonwealth Bank of Australia, Joseph Capurso menilai perbedaan langkah kebijakan antar kedua negara tersebut tidak sepenuhnya salah.


"Penurunan nilai mata uang sebenarnya dapat membantu eksportir di China, karena akan membuat barang mereka lebih murah sehingga dapat meningkatkan permintaan," terangnya dikutip dari BBC, (Kamis (29/9/2022).

Lebih lanjut Capurso menjelaskan, ekspor hanya berdampak 20% terhadap ekonomi China, sehingga nilai yuan yang lemah tidak akan membalikkan kelemahan fundamental domestik yang sebagian besar disebabkan oleh strategi nol-Covid Beijing dan krisis properti.

Di sisi lain, kondisi mata uang yang melemah juga dapat menyebabkan investor menarik uang mereka dari negara, hingga ketidakpastian di pasar keuangan. Jatuhnya yuan juga telah menyebabkan melemahnya mata uang negara maju lainnya, termasuk dolar Australia dan dolar Singapura serta won Korea Selatan.

Hingga pada pekan lalu, untuk pertama kalinya sejak 1998, Bank of Japan melakukan intervensi untuk mendukung yen setelah mata uangnya melemah terhadap dolar AS. Pasar negara berkembang Asia juga rentan terkena imbas dari yuan karena mereka menjual bahan mentah dan komponen ke pabrik-pabrik China sehingga sangat bergantung pada yuan.

Sementara itu, indeks pasar saham utama Asia turun tajam pada Rabu kemarin. Benchmark indeks Hang Seng Hong Kong ditutup 3,4% lebih rendah, Nikkei Jepang juga mengakhiri hari dengan turun 1,5%, dan Kospi di Korea Selatan turun 2,4%.

Bank sentral China telah mencoba untuk memperlambat penurunan yuan dengan membuatnya lebih mahal, melawan mata uang. PBOC juga memotong jumlah bank mata uang asing yang harus dipegangnya.

Sumber :  finance.detik

PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment