Saturday, December 25, 2021

Heboh 'Anies Effect', UMP Daerah Lain Bisa Ikut Berubah? | PT Rifan Financindo

 PT Rifan Financindo  -   Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi aturan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2022 ternyata menimbulkan efek di daerah lainnya. Seperti di Banten, buruh di wilayah ini juga melakukan aksi untuk menuntut adanya revisi kenaikan UMP.

Anies Baswedan sendiri baru saja merevisi aturan UMP DKI Jakarta. Awalnya UMP tahun 2022 di DKI Jakarta hanya naik Rp 37.749 atau 0,85% dari tahun sebelumnya. Namun direvisi menjadi naik 5,1% atau senilai Rp 225 ribu dari tahun sebelumnya.

Nah dalam aksinya, buruh di Banten menuntut agar hal yang dilakukan Anies juga dilakukan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim. Bahkan, sebagai bentuk protes buruh juga sampai mengambil alih kantor Gubernur. Kejadian ini disebut-sebut sebagai 'Anies Effect', karena kebijakan Anies bisa menular ke daerah lain. Sekuat apa sih efeknya?

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira langkah Anies merevisi UMP jelas menimbulkan efek yang kuat ke daerah lain. Wajar saja apabila buruh Banten menginginkan kepala daerahnya melakukan hal serupa yang dilakukan Anies.

Baca juga:
'Anies Effect' Mulai Merajalela, Bisakah Para Gubernur Ikuti Jejaknya?
Menurutnya dengan predikat Jakarta sebagai ibu kota membuat banyak kebijakan yang dikeluarkan Pemprov jadi barometer untuk daerah-daerah lainnya.

"Betul (ada Anies Effect), karena jakarta akan jadi barometer. Tapi semua kan kembali lagi ke kepala daerah punya keberanian untuk lakukan hal yang sama atau tidak," ungkap Bhima kepada detikcom.

Lebih lanjut Bhima menilai, desakan revisi upah minimum bukan sekedar efek yang ditimbulkan dari kebijakan Anies Baswedan saja. Secara logika ekonomi, memang upah harusnya naik di atas proyeksi inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah di tahun 2022.

"Desakan revisi upah minimum bukan sekedar Anies effect ya, tapi logika ekonominya memang upah setidaknya naik diatas proyeksi inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah tahun 2022," ungkap Bhima.

Dia menilai akan sangat kasihan apabila ada daerah yang kenaikan upahnya cuma di rentang 0-1% saja. Menurut Bhima, kenaikan upah minimum yang kecil dapat membuat pertumbuhan konsumsi rumah tangga daerah itu bakal melemah.
"Bayangkan kalau ada daerah yang kenaikan upahnya hanya nol koma sekian atau satu koma sekian, kasihan daerah itu pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan tertinggal dibanding daerah lain tahun depan," ujar Bhima.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal juga menyatakan, kebijakan yang diambil Anies untuk merevisi UMP memang akan berdampak ke daerah lain. Secara psikologis, daerah lain pasti ingin mengikuti.

Apalagi tingkat kenaikan yang ditetapkan pada kebijakan UMP Anies terlampau jauh daripada daerah lain. Di Jakarta kenaikan UMP mencapai 5,1%, tapi di daerah lain justru ada di bawahnya. Di Banten saja, daerah yang buruhnya menuntut revisi UMP, tingkat kenaikan upah minimum yang ditetapkan cuma 1,63%.

"Kebijakan UMP yang sangat berbeda dengan kebijakan umum di nasional dari sisi kenaikannya. Jelas akan berpengaruh dan berdampak psikologis, ini juga jadi preseden bagi daerah lain untuk mengikuti. Saat ini DKI jadi benchmark dalam banyak hal karena ibu kota negara," papar Faisal kepada detikcom.

Menurut Bhima, pemerintah daerah lain sudah semestinya mengikuti langkah Anies merevisi dan menaikkan UMP. Bhima juga mengingatkan jangan sampai kepala daerah takut akan lobi-lobi pengusaha yang pro upah rendah.
"Kepala Daerah memang seharusnya melakukan revisi aturan secepatnya, masih ada waktu. Jangan takut Kepala Daerah sama lobi-lobi pengusaha yang pro upah rendah," ungkap Bhima.

Bhima juga menegaskan apa yang dilakukan Anies untuk merevisi dan menambah tingkat kenaikkan UMP pun sebetulnya sesuai aturan. Kebijakan itu sah-sah saja untuk dilakukan. Hal itu karena keputusan MK yang memutuskan UU Cipta Kerja, yang merupakan dasar aturan penentuan UMP harus direvisi dan berstatus inkonstitusional bersyarat.

Artinya, aturan turunan UU Cipta Kerja berupa Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang menjadi dasar perhitungan UMP bisa diabaikan.

"Lagipula diskresi kepala daerah dibenarkan saat MK memutus UU Cipta Kerja sebagai dasar aturan pengupahan sebagai inkonstitusional bersyarat," kata Bhima.

Faisal menambahkan, seharusnya pembentukan formula penghitungan upah minimum harus bisa disepakati semua pihak. Baik di tingkat nasional maupun daerah.

"Kami melihat harus ada formula khusus yang disepakati di tingkat nasional dan daerah yang mencerminkan masing-masing daerah dan sektor. Semua setuju, bukan paksaan untuk menerapkannya," kata Faisal.

Di sisi lain, Faisal mengingatkan dalam membentuk kebijakan ketenagakerjaan akan sangat baik apabila ditentukan dalam forum tripartit. Sebuah forum yang dihadiri oleh pemerintah, pengusaha, dan juga kalangan pekerja.

"Yang paling penting juga adalah semuanya harus tetap bersandarkan pada forum tripartit agar mendapatkan keputusan yang adil," kata Faisal

Sumber :  Finance.detik

 PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment