Wednesday, April 8, 2020

Harga Minyak Galau Menanti Kesepakatan Pemangkasan Produksi | PT Rifan Financindo

Ilustrasi kegiatan produksi minyak di lepas pantai

PT Rifan Financindo  -  Kelanjutan harga minyak menanti kesepakatan pemangkasan produksi dari tiga produsen kakap yakni Arab Saudi, Rusia dan Amerika Serikat.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (7/4/2020) hingga pukul 13.50 WIB, harga minyak jenis WTI di bursa Nymex kontrak Mei 2020 berada di level US$26,83 per barel, menguat 2,88 persen. Pada pertengahan perdagangan, minyak sempat menguat hingga ke level US$27,1 per barel.
Sementara itu, untuk harga minyak jenis Brent di bursa ICE kontrak Juni 2020 menguat 2,6 persen ke posisi US$33,9 per barel.
Founder Vanda Insights di Singapura, Vandana Hari mengatakan negara di bawah OPEC+ masih memiliki peluang untuk mengeksekusi pemangkasan harga minyak. Kendati demikian, pembicaraan tentang pemangkasan produksi masih meninggalkan pertanyaan apakah kesepakatan akan tercipta.
Pertanyaan lebih besar lainnya yakni apakah pemangkasan produkssi mampu melawan lemahnya permintaan akibat terinfeksi COVID-19. Di tengah ketidakpastian itu, penyedia data industri, Genscape Inc mencatat kenaikan 5,8 juta barel minyak mentah pada fasilitas di Oklahoma, Amerika Serkat yang menjadi volume tertinggi sejak 2004.
“Lebih dari 50 persen peluang bahwa OPEC+ akan mengeksekusi pemangkasan produksi kali ini,” katanya seperti dikutip Bloomberg, Selasa (7/4/2020).
Kepala Komoditas Global Citigroup Inc. Ed Morse mengatakan bahwa AS mungkin akan mengikuti perjanjian pemangkasan tersebut karena anjloknya harga minyak telah menghancurkan industri minyak AS.
“Harga minyak sudah mengurangi kegiatan pengeboran sampai taraf bawah. Produksi minyak AS kemungkinan akan turun 1 juta barel per hari pada akhir kuartal ketiga," ujarnya.
Harga minyak mentah dunia telah jatuh sekitar 50 persen tahun ini karena dampak ekonomi dari pandemi COVID-19 telah melenyapkan sekitar sepertiga dari permintaan global.
Jatuhnya harga sangat dramatis sehingga mengancam stabilitas negara-negara yang bergantung pada minyak, keberadaan produsen serpih AS, dan menimbulkan tantangan ekstra bagi bank sentral. 
Mayoritas analis mengatakan bahwa jika kesepakatan untuk memotong pasokan dengan tertib tidak tercapai, dengan sendirinya produsen minyak terpaksa untuk memangkas produksi karena ruang penyimpanan habis.
Tangki penyimpanan minyak yang dioperasikan Rosneft Oil Co di Tuapse, Rusia (Bloomberg/Andrey Rudakov)

IMBAS JANGKA PENDEK
Analis Monex Investindo Futures Andian mengatakan dalam publikasi risetnya bahwa optimisme pasar terhadap prospek pemangkasan produksi minyak meningkat meskipun pada akhir pekan lalu, ketegangan kembali terjadi antara Arab Saudi dan Rusia yang menyebabkan pertemuan OPEC+ ditunda menjadi Kamis, 9 April 2020.
Kendati demikian, beberapa pengamat pasar memandang pemangkasan produksi oleh OPEC+ hanya akan memberikan imbas jangka pendek, hingga kembali meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap melambatnya aktivitas perindustrian dan ekonomi global akibat COVID-19. 
“Harga minyak berpotensi naik menguji resisten US$28,25 hingga US$29,25 per barel bila optimisme pemangkasan produksi berlanjut. Sebaliknya, jika minyak turun ke bawah level US$25,9 maka berpeluang menekan harga minyak menguji support US$23,7 hingga US$25,3 per barel,” ujarnya seperti dikutip dari publikasi risetnya, Selasa (7/4/2020). 



Sumber: Market.bisnis
PT Rifan Financindo

No comments:

Post a Comment